mengatasi phobia (Ketakutan Berlebih) Pada Anak Hampir
semua perasaan takut bermula dari masa kanak kanak karena pada masa ini
anak belum memiliki kemampuan berpikir yang baik,sehingga membuat mereka sangat
reseptif dalam dalam mengembangkan rasa takut pada hal hal yang tidak
dikenalnya.
Dan perasaan takut ini
berkembang menjadi phobia terbawa sampai anak tersebut menjadi dewasa,jika anak
selalu ditakut takuti dalam waktu yang lama, Alhasil,
anak selalu takut jika melihat bahkan mendengar suara sosok siapa pun atau
binatang yang baginya telanjur dianggap menyeramkan. Padahal sosok maupun
binatang yang selama ini dianggap menakutkan tersebut sebetulnya sama sekali
tak berbahaya.
Itulah akibat yang mestinya dicermati kalau
orang tua hanya mencari jalan pintas dengan cara menakut-nakuti anak memberikan pelajaran,mungkin maksud orang tua melarang dengan maksud
positif dengan cara menakut nakuti,tapi jika itu berlangsung terus
menerus,tentunya itu tidak baik untuk pertumbuhan mental si anak itu sendiri,tulisan
bagaimana cara mendidik anak yang efektif dan tepat sasaran tanpa harus dengan
cara menakut nakuti akan dibahas pada postingan berikutnya.
Informasi kali ini hanya
berfokus menghilangkan atau mengatasi ketakutan berlebihan yang sudah terlanjur
dirasakan anak.
Pada anak yang mengalami
rasa takut,Ekspresi atau gejala ketakutan bisa macam-macam reaksinya ditunjukkan oleh anak anak,biasanya paling umum lewat tangisan, jeritan, bersembunyi atau tak mau lepas dari orang
tuanya. Bisa juga rasa takut ini akan hilang dengan sendirinya seiring dengan
berjalannya waktu. Saat anak merasa aman dengan dirinya sendiri maupun
lingkungannya, hilanglah rasa takut tadi. Tapi yang sangat penting dukungan orang tua berperan sangat besar untuk mengatasi rasa takut
ini. Lalu bagaimana menghilangkan rasa takut (Phobia) yang sudah terlanjur diderita oleh anak?
Metode Ampuh Menghilangkan Rasa Takut (Fobia) Pada Anak
Berimajinasi dengan bermain peran (ROLE PLAY)
Bermain peran, menjadi satu satu cara yang
cukup efektif untuk mengatasi rasa takut anak. Dalam permainan ini si anak
memerankan sosok yang selama ini dianggap menakutkannya. Ketakutan yang
bercokol dalam diri si kecil dimanifestasikan melalui cara ini, hingga
diharapkan dia tak memiliki rasa takut lagi di kemudian hari.
Bermain peran juga dapat membuat anak
pandai berimajinasi karena memerankan sosok yang bukan dirinya. Misalnya, dia
mengkhayalkan dirinya menjadi dokter yang menurutnya termasuk sosok menyeramkan.
Melalui cara ini, anak belajar berempati pada posisi orang lain. Selain belajar
bereksplorasi dan berimajinasi serta meningkatkan kemampuan verbal, dengan
bermain peran anak juga diharapkan dapat mengatasi rasa takut dalam dirinya.
Selain bisa jadi obat mujarab mengatasi
rasa takut, bermain peran (role play) juga merangsang imajinasi dan kemampuan
verbal anak prasekolah.Metode semacam ini amat tokcer untuk “mengarahkan” anak mau
menuruti keinginan orang tuanya.
Beberapa contoh ketakutan
anak yang bisa diatasi dengan bermain peran (role play)
Takut Dokter
Anak biasanya takut dokter karena
pengalamannya pernah disuntik yang ternyata rasanya cukup menyakitkan bagi
mereka. Maka tak heran, baru memasuki ruangan dokter atau melihat peralatan
sampai mencium "bau" obatnya saja, anak sudah menjerit-jerit atau
menangis histeris. Apalagi kalau saat diperiksa dan disuntik. Penyebabnya
selain karena punya pengalaman traumatik, bisa jadi ia dulu kenyang
ditakut-takuti bakal disuntik dan sebagainya oleh orang tuanya.
Cara mengatasinya:
Anak memainkan peran sebagai dokter,
sedangkan orang tua atau kakak/adik berpurapura Menjadi pasiennya. Gunakan
mainan berbentuk alat-alat yang biasa digunakan dokter, seperti stetoskop.
Biarkan anak bereksplorasi dan berimajinasi memerankan dokter yang sedang
memeriksa pasien. Secara tak langsung, anak Menjadi tahu bagaimana cara dokter
menghadapi pasien pasien yang takut diperiksa. Semisal dengan cara
menenangkannya, “Jangan takut, ya, Bu-Pak. Saya Cuma periksa sebentar aja, kok.
Kalaupun harus disuntik, enggak sakit, kok. Kan, supaya lekas sembuh”.Dengan
berpura-pura memberikan nasihat seperti itu, bukan tidak mungkin sosok dokter
justru menarik minatnya dan malah bercita-cita menjadi dokter.
Anak Takut pada orang yang baru dikenal
Tak jarang anak-anak tampak takut pada
orang yang pertama kali ditemuinya. Dia akan berusaha menjaga jarak, apalagi
orang yang menghampirinya itu berwajah kurang "bersahabat". Yang juga
kerap terjadi, orang tua terkesan berlebih saat menasihati anaknya untuk tidak
terlalu akrab dengan orang yang tidak dikenal. "Awas, kamu jangan
deket-deket sama orang yang enggak kamu kenal. Bisa-bisa kamu nanti diculik,
lo!" Memang, sih, ada segi positifnya bila orang tua senantiasa
wanti-wanti si kecil agar waspada terhadap orang lain atau yang baru
dikenalnya. Tapi tentunya bukan dengan cara berlebihan yang menyebabkan si
kecil malah selalu ketakutan pada orang lain.
Cara mengatasinya:
Ajak anak bermain tamu-tamuan. Ikutkan pula
teman-temannya. Posisikan dia untuk bergantian memainkan peran sebagai tamu
yang berkunjung ke rumah orang lain, atau sebagai nyonya rumah yang kedatangan
tamu. Bermain peran untuk mengikis rasa takut pada orang lain juga bisa
dilakukan dalam berbagai situasi, seperti di toko, sekolah dan tempat keramaian
lainnya.
Anak Takut Pada Binatang
Adalah hal yang wajar bila anak takut pada
binatang yang baru pertama kali dilihatnya. Apalagi bila hewan itu kelihatannya
buas dan menyeramkan. Hanya saja sungguh sayang bila orang tua tak berusaha
menjelaskan dan memperkenalkan anak pada binatang-binatang yang ditemuinya
tadi. Seperti mengajaknya mengelus-elus bulu kucing atau memberi makanan pada
induk ayam dan anak-anaknya. Sangat tidak bijaksana pula jika orang tua malah
menambah rasa takut anak pada binatang yang sebenarnya relatif tak
membahayakan. "Awas, jangan dekat-dekat, nanti kamu dicakar kucing."
Cara mengatasinya:
Anak bermain peran sebagai sosok
pemandu/pelatih sirkus yang sehari-hari melatih binatang. Ini akan menyadarkan
anak bahwa binatang pada dasarnya bisa dilatih untuk menurut dan diajak bekerja
sama. Cara lain adalah dengan bermain sandiwara di panggung yang menggelar
cerita tentang hewan-hewan sebagai sahabat manusia.
Anak Takut Hantu
Banyaknya tayangan televisi yang menyajikan
program acara bertajuk cerita hantu tak ayal ikut mempengaruhi kadar rasa takut
anak-anak. Ironisnya, tak sedikit orang tua yang menjadikan cerita hantu ini
sebagai "senjata" untuk menakuti-nakuti si kecil. Meskipun rasa takut
pada hantu bisa saja terjadi akibat faktor "genetik" berupa sikap
penakut dari orang tuanya.
Cara mengatasinya:
Anak bermain peran sebagai hantu yang
selalu membantu orang yang kesulitan seperti film/buku cerita Casper. Atau bisa
juga berperan sebagai penyihir yang baik hati. Jadi, anak mempersepsikan hantu
bukan sebagai sosok yang menakutkan.
Anak yang Takut Masuk Sekolah
Anak yang pertama kali masuk TK/SD awalnya
takut beradaptasi dan bersosialisasi dengan guru dan teman-teman barunya. Terlebih
bila orang tua juga tak berusaha memperkenalkan si kecil pada temannya.
Cara mengatasinya:
Sebelum didaftarkan masuk TK, anak diajak
bermain sekolah-sekolahan. Anak bermain peran sebagai murid atau guru. Saudara
sepupu si kecil atau tetangganya yang seusia bisa dilibatkan untuk berpura-pura
sebagai murid. Sehingga anak tak takut dan tak canggung lagi di hari pertamanya
masuk TK.
Anak yang Takut Berpisah (SEPARATION
ANXIETY)
Anak cemas harus berpisah dengan orang
terdekatnya. Terutama ibunya, yang selama 3 tahun pertama menjadi figur paling
dekat. Figur ibu, tak selalu harus berarti ibu kandung, melainkan pengasuh,
kakek-nenek, ayah, atau siapa saja yang memang dekat dengan anak. Kelekatan
anak dengan sosok ibu yang semula terasa amat kental, biasanya akan berkurang
di tahun-tahun berikutnya. Bahkan di usia 2 tahunan, kala sudah bereksplorasi,
anak akan melepaskan diri dari keterikatan dengan ibunya. Justru akan jadi
masalah bila si ibu kelewat melindungi/overprotektif atau hobi mengatur segala hal,
hingga tak bisa mempercayakan anaknya pada orang lain. Perlakuan semacam itu
justru akan membuat kelekatan ibu-anak terus bertahan dan akhirnya menimbulkan
kelekatan patologis sampai si anak besar. Akibatnya, anak tak mau sekolah,
gampang nangis, dan sulit dibujuk saat ditinggal ibunya.Bahkan si ibu beranjak
ke dapur atau ke kamar mandi pun, diikuti si anak terus. Repot, kan? Belum lagi
ia jadi susah makan dan sulit tidur jika bukan dengan ibunya.
Cara Mengatasinya:
Jelaskan pada si kecil, mengapa ibu harus
pergi/bekerja. Begitu juga penjelasan tentang waktu meski anak usia ini belum
sepenuhnya mengerti alias belum tahu persis kapan pagi, siang, sore, dan malam
serta pengertian mengenai berapa lama masing-masing tenggang waktu tersebut.
Akan sangat memudahkan bila orang tua menggunakan bahasa yang mudah dimengerti.
Semisal, "Nanti, waktu kamu makan sore, Ibu sudah pulang." Jika tak
bisa pulang sesuai waktu yang dijanjikan, beri tahu anak lewat telepon. Sebab,
anak akan terus menunggu dan ini justru bisa menambah rasa takut anak. Ia akan
terus cemas bertanya-tanya, kenapa sang ibu belum datang.
Anak Yang Takut Gelap
Biasanya juga gara-gara orang tua.
"Mama takut, ah. Lihat, deh, gelap, kan?" Takut pada gelap bisa juga
karena anak pernah dihukum dengan dikurung di ruang gelap. Bila pengalaman
pahit itu begitu membekas, bukan tidak mungkin rasa takutnya akan menetap
sampai usia dewasa. Semisal keluar keringat dingin atau malah jadi sesak napas
setiap kali berada di ruang gelap atau menjerit-jerit kala listrik mendadak
padam.
Cara Mengatasinya:
Saat tidur malam, jangan biarkan kamarnya
dalam keadaan gelap gulita. Paling tidak, biarkan lampu tidur yang redup tetap
menyala. Cara lain, biarkan boneka atau benda kesayangannya tetap menemaninya,
seolah bertindak sebagai penjaganya hingga anak tak perlu takut.
Anak yang Takut Berenang
Biasanya ini terjadi karena dia pernah mengalami hal tak mengenakkan semisal tersedak atau
malah nyaris tenggelam saat berenang hingga hidungnya banyak kemasukan air.
Cara Mengatasinya:Lakukan pembiasaan secara bertahap.
Semisal, awalnya biarkan anak sekadar merendam kakinya atau menciprat-cipratkan
air di kolam mainan sambil tetap mengenakan pakaian renang. Bisa juga dengan
memasukkan anak ke klub renang yang ditangani ahlinya. Atau dengan sering
mengajaknya berenang bersama dengan saudara/teman-teman seusianya. Tentu saja
sambil terus didampingi dan dibangun keyakinan dirinya bahwa berenang sungguh
menyenangkan, hingga tak perlu takut. Kalaupun anak tetap takut, jangan pernah
memaksa apalagi memarahi atau melecehkan rasa takutnya. Semisal, "Payah,
ah! Berenang, kok, takut!".